Perjalanan dimulai dari kampus. Doa
bersama dilakukan oleh mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus membuka
perjalanan ke Toraja Utara pada pukul 09:50 WITA tanggal 11 Desember 2017.
Di perjalanan, musik dangdut turut menghiasi bus ditambah dengan kehebohan
teman-teman kelas. Kemudian pada pukul 13:50 WITA, saya singgah untuk makan di
rumah teman kelas, Anggi. Di sana saya dijamu oleh beberapa masakan yang
tentunya mengeyangkan. Perjalanan pun dilanjutkan setelah makan. Di perjalanan,
dua mobil truk berada di depan bus.
Di Enrekang, jalanan berkelok-kelok
sehingga beberapa teman kelas saya merasa mual. Saya dan teman sekelas singgah
di sebuah kedai di Enrekang. Di depan gunung Bambang Puang, teman-teman sedang
asyik-asyiknya berfoto. Ada yang sendiri-sendiri, ada pula yang bergerombol.
Tepat di pojok, ada buah kenari dijemur. Dendang dari Pak Agus (PuangQu) membuat
suasana menjadi riang. Perjalanan kemudian dilanjutkan pukul 17:42 WITA
Pukul 21:44 WITA, saya dan teman
yang lain disambut dengan hangat di Toraja Utara, tepatnya di rumah sahabat
kita, Arlin. Puangku membuka acara dengan memberikan ucapan terima kasih kepada
keluarga Arlin.
Tanggal 12
Desember 2017, sekitar pukul 07:00 WITA, berangkat menuju Punti Minanga untuk
menelusuri budaya Rambu Solo’. Sebelum sampai ke sana, di perjalanan terasa sangat
menantang nyali karena jalanan penuh dengan lubang disertai dengan becek
sehingga membuat mobil truk yang ditumpangi tidak bisa naik. Akhirnya saya dan
rombongan melompat-lompat di truk agar bisa naik. Salah satu peserta eksplorasi
sampai ada yang menangis ketakutan.
Pukul 10:12 WITA, saya dan rombongan
sampai di tempat Rambu Soloq. Rambu Soloq adalah upacara kematian yang
dilakukan oleh masyarakat Toraja dengan memberi sesembahan berupa kerbau dan
babi. Upacara tersebut dihadiri oleh semua kalangan, dalam artian dihadiri oleh
masyarakat umum. Untuk mengikuti Rambu Soloq, tamu harus memakai baju hitam.
Warna hitam menurut warga Toraja berarti kematian.
Proses Rambu Soloq dimulai dari Kada
Tomina yang berarti kata pengantar sebelum masuk. Tamu berbaris dan memasuki
area penjamuan. Pada proses penjamuan tamu terdapat empat pukulan gong. Gong
pertama menandakan tamu bisa memasuki area penjamuan. Gong kedua menandakan para
Mappairu (pelayan tamu) memberi seserahan sebagai tanda terima kasih
keluarga orang yang meninggal kepada tamu yang menghadiri. Setiap tamu yang
masuk, beberapa laki-laki akan Maqbadong (nyanyian puji-pujian). Jarang
perempuan yang melakukan prosesi Maqbadong tersebut karena hanya
laki-laki yang menghapal lirik tersebut. Lanjut ke pukulan gong, tamu yang
telah masuk diberi siri. Pembawa siri adalah keluarga inti dari orang yang
meninggal tersebut. Ucapan “Kurre Indo” adalah ucapan dari tamu yang berarti
terima kasih. Kemudian tamu diberi minuman. Proses pemberian minuman tersebut
dinamakan Mapparu. Apabila gong
ketiga dibunyikan, pelayan mengambil jamuan untuk menyambut tamu yang lain.
Proses penerimaan tamu tidak dibatasi waktu. Gong terakhir menandakan tamu
sudah dipersilakan untuk meninggalkan tempat.
Pukul 12:25 WITA, saya dan rombongan
bergegas kembali. Saya kembali dengan berjalan kaki. Ketika menuruni jalan,
kami terhalang oleh seekor kerbau. Kerbau tersebut bisa dibilang melawan karena
apabila didekati ia langsung menghadang dan menyeruduk dengan tanduk kekarnya. Canda
tawa menghiasi perjalanan pulang dari upacara Rambu Soloq. Beberapa pengendara
motor juga melintas. Pukul 13:45 WITA, saya singgah di pasar. Awalnya tidak niat,
tapi lama-kelamaan saya membeli sebungkus kopi Toraja dengan harga Rp20.000.
Tanggal 13
Desember 2017, perjalanan dilanjutkan ke Negeri Atas Awal, Lolai. Pukul 05:00
WITA, di sana sempat terjadi perdebatan. Ada yang lebih memilih untuk terus ke
atas, ada pula yang ingin tinggal di bawah. Tapi hal itu tidak membuat saya
ciut semangat.
Negeri Atas Awan, Lolai, 13 Desember 2017 |
05:48 WITA, saya dan rombongan tiba
di Negeri Atas Awan, Lolai. Lolai berada di kecamatan Kapala Bitu. Untuk masuk
di Negeri Atas Awan, pengunjung harus membayar tiket masuk sebesar Rp5.000
untuk pengendara motor dan Rp10.000 untuk pengendara mobil. Suara kicau burung
menghiasi embun pagi yang menyejukkan tubuh. Tingginya kurang lebih 100 meter
di ataspermukaan laut (mdpl). Suasana yang saya lihat membuat saya berkhayal
seolah-olah terbang di atas awan. Banyak wisatawan yang berfoto untuk mengambil
momen yang tidak bisa dilupakan tersebut. Beberapa rumah di bawah sana terlihat
sejauh mata memandang. Alang-alang (Tongkonan versi kecil) membentuk barisan berada
di tempat itu.
Pukul 06:45 WITA, saya kembali dari
Lolai dengan menaiki truk. Kami kembali ke rumah Arlin. Kemudian pada pukul
09:39 WITA, berangkat menuju Kete Kesuq. Sebuah gua yang di dalamnya terdapat
mayat yang sudah menjadi tulang-belulang. Permainan suling dari Puangqu membuka
perjalanan ke Keteq Kesuq. Perjalanan diawali dengan naik truk, kemudian
menaiki bus yang dikendarai oleh “Om Bahar” (panggilan dari teman sekelas). Dari
pengamatan saya, bahwa rata-rata masyarakat Toraja menggunakan transportasi
truk. Selain itu masyarakat Toraja mayoritas berprofesi sebagai tukang kayu
karena hasil eksploitasi alam mayoritas berupa bambu dan kayu.
Pukul 10:48 WITA, tiba di Keteq
Kesuq. Sebelum masuk, harus membayar tiket terlebih dulu. Terdapat jejeran toko
oleh-oleh khas Toraja di jalanan masuk. Terdapat pula jejeran Alang-alang. Awal
masuk saya melihat ada makam Ne Sonto & Tulaktondok beserta keluarganya. Makam
tersebut berbentuk seperti gendang. Warnanya merah. Bagian atas terdapat foto
dari orang yang bersangkutan.
Untuk menuju ke Gua, saya harus menaiki tangga. Di setiap sisi terdapat peti dan tengkorak manusia. Walaupun tampak menyeramkan, banyak juga yang mengambil gambar. Selain itu, jejeran pohon bambu terdapat di sekitar gua. Tetesan air juga menghiasi gua tersebut. Rombongan kembali ke bus pukul 12:03 WITA untuk menuju Londa.
Loket tiket masuk Keteq Kesuq |
Makam Ne Sonto & Tulaktondok |
Untuk menuju ke Gua, saya harus menaiki tangga. Di setiap sisi terdapat peti dan tengkorak manusia. Walaupun tampak menyeramkan, banyak juga yang mengambil gambar. Selain itu, jejeran pohon bambu terdapat di sekitar gua. Tetesan air juga menghiasi gua tersebut. Rombongan kembali ke bus pukul 12:03 WITA untuk menuju Londa.
Tepat pukul 13:00 WITA, rombongan
tiba di Londa. Untuk masuk ke Londa, pengunjung harus memakai penerang (seperti
petromaks). Anak tangga dan koridor mengawali jejak menuju gua Londa. Satu gua
berisi keluarga yang sudah meninggal yang semarga. Marga pada gua pertama adalah
Tolengke. Di dalam gua tersebut terdapat sepasang mayat yang seperti
Romeo dan Juliet. Di dalamnya lagi, pengunjung harus merangkak sejauh 25 meter
untuk menembus gua kedua. Namun saya tidak mampu untuk memasukinya sehingga
terpaksa saya keluar dari gua tersebut. Pada gua kedua, sama dengan gua pertama,
berisi tengkorak mayat. Mayat tersebut juga diberi rokok dan sesembahan
lainnya dari keluarganya.
Pukul 13:35 WITA, saya dan rombongan
kembali ke bus dan menuju Lemo. 14:09 WITA tiba di Lemo. Wisata Lemo (Gua batu
Lemo) sama dengan yang ada di Londa. Namun saya tidak sempat masuk di dalam karena
hanya duduk-duduk di pos.
Londa |
Peti "Romeo dan Juliet" |
Patung tetuah |
Pukul 15:21 WITA, berangkat menuju Buntu
Burake. Hingga pukul 16:23 WITA, saya telah tiba di tempat. Untuk tiba di
Burake, kami harus menaiki truk dan menaiki jalan. Jalan yang dilalui cukup
terjal. Burake adalah tempat wisata religi. Di sana terdapat patung besar. Namun
tempat tersebut masih dalam tahap pengerjaan karena pada tanggal 30 presiden
RI, Joko Widodo akan mengesahkan tempat tersebut. Eskavator di tempat tersebut
menata batu-batu dengan telaten. Sekitar pukul 17:30 WITA, saya dengan yang
lain kembali ke rumah Arlin. Hingga di sana saya beristirahat bersama yang
lain.
Tanggal 14
Desember 2017, Sekitar pukul 10:00 WITA saya bergegas untuk pulang. Sebelum naik
bus, saya naik truk. Hingga tiba di bus, teman saya meneriaki “Om Bahar” saking
rindunya. Perjalanan di awali dengan mengunjungi pasar Rantepao. Di sana teman
saya membeli oleh-oleh dan yang lain. Hingga di dalam bus, saya dan teman
tertidur dari sekitar pukul 13:00 – 17:00 WITA. Saya dan yang lain singgah di
rumah Nuraeni. Saya dan teman disambut dengan baik. Setelah makan, kembali
melanjutkan perjalanan. Pukul 22:30 WITA, perjalanan diakhiri dengan tibanya
saya di rumah.
Bagus sekali👍😁
BalasHapusThanks :-)
Hapus